Tampilkan postingan dengan label amiee43Diksatrasia. Tampilkan semua postingan
ELEGI PUTIH ABU
Ketentuan yang sudah seharusnya. Ketika itu hari pertama menginjakan kaki di sekolah lanjutan tingkat menengah. Setelah aku lolos dari penjaga pintu gerbang utama, maklumlah memang aku orang yang pertama masuk kesekolah itu. Dengan suasana baru, semuanya serba baru. Berjalan dengan langkah penuh ketakjuban dan rasa bahagia karna aku bisa melanjutkan sekolah sampai ketingkat menengah ini. Sebelumnya aku sudah punya informasi untuk kelasku. Mataku mulai kulambatkan kedipannya, satu demi satu ruangan kelas kusinggahi dan kubaca tulisan keterangan dari ruangan tersebut.
“Kelas XD,” aku membaca dalam hati.
“Ini dia rungan kelasku” sambil senyum simpul aku terkagum. Perlahan pintu yang sudah tidak terkunci kubuka. Betapa kagetnya aku melihat di dalam belum berpenghuni.
“Assalamualaikum….!”
“Aku kan yang pertama datang, pantas saja belum ada orang dan tak ada yang menjawab salamku, hehe…” geretakku setelah masuk ruangan. Kepalaku tak henti berputar-putar, tak sedikit pun setiap isi ruangan terlewatkan oleh pandangan mataku. Setelah memperhitungkan dan menimbang, aku memilih tempat duduk di posisi tengah.
Setelah selang beberapa menit, tanpa terasa aku sudah dikelilingi orang-orang baru, orang yang belum aku kenal. Namun dengan kepandaianku beradaptasi, satu per satu mulai kukenali.
Ketika aku sedikit bercengkrama dengan teman baruku, tiba-tiba dari pintu masuk bersemilir parfum betapa wanginya diikuti sedikit angin menusuk hidungku. Aku rasa sudah mengenal parfum ini.
“Ya, ini parfum Pucelle Fink…” sambil berpaling muka dari temanku, aku berkata dengan lembut.
Tanpa kusadari aku elah mengecewakan teman yang berada di depanku, sakin terpesonanya aku pada bau parfum dan pemakainya. Tapi temanku tidak apa-apa, dia langsung bercengkrama lagi dengan teman barunya.
Setelah tengokanku kembali kulemparkan pada yang tertuju Si Pemakai parfum itu, betapa terpesonanya aku. Ternyata dia seorang wanita manis tidak berkerudung. Seakan terpaku, mataku hanya tertuju padanya.
“Siapa wanita yang manis itu?” dengan penuh penasaran hatiku bertanya-tanya. Dengan penasaranku itu, membuatku ingin mengenal dia. Dengan tekad nol, aku mulai mendekati tempat duduk dia yang berada tak jauh dari tempat aku duduk.
“Maaf…aku ingin berkenalan dengan kamu, bolehkah kiranya aku tau nama kamu?” tanpa basa-basi aku langsung saja keluarkan niatku yang ingin tau siapa nama dia.
“Ya, silahkan. Namaku Shoby, salam kenal yah..” dengan disertai senyum manisnya dia menjawab pertanyaanku.
“Terima kasih Shoby, namaku Tryas, senang bisa berkenalan dengan Shoby.” Dengan gombalnya aku memperkenalkan diri juga.
“Oh…” shoby menjawab.
Belum sempat aku melanjutkan serangan balik pertanyaanku, dari kejauhan terdengar suara bel tanda mulai masuk jam pelajaran. Dengan hati masih penuh penasaran aku segera menduduki kursi yang sudah kupilih. Guru yang akan memulai mengajar pun sudah berada di depan mata tanpa kusadari.
Sedikit perkenalan, sedikit ulasan materi yang mungkin belum dapat kupahami dengan jam terbangku yang masih di bawah. Namun dengat ulet dan niat ingin belajar sungguh-sungguh, akhirnya materi yang sudah diberikan mulai dapat ku pahami.
Waktu terus berjalan, pergantian jam pelajaran terus berlanjut. Materi demi materi mulai dapat kupahami dan kusimpan di memory otakku.
Tibalah waktunya bel istirahat berbunyi. Guru yang sedang memberikan materi langsung saja menutup pembahasannya dan memperkenankan kami untuk beristirahat. Teman-temanku mulai berhamburan keluar dan mulai mencari tempat mengisi perut yang pastinya nyaman meski sulit mencarinya karna masih beradaptasi dengan lingkungan sekolah.
Dengan sabarnya, aku tidak terpengaruh dengan teman-temanku yang sudah pada mengisi perut. Bukan tidak punya uang atau pun tidak lapar, jujur saja cacing diperutku sudah mulai bernyanyi. Namun demi satu untuk yang dituju, aku bisa tahan itu semua. Entah kenapa dengan sendirinya pandanganku mulai tertuju pada Shoby yang sedang duduk kebingungan. Meski sedikit ragu-ragu, aku memberanikan diri mendekatinya lagi.
“Shoby, aku lihat kamu kayanya lagi kebingungan. Ada apa?” tanyaku mesra.
“Ya, maksih kamu udah ngertiin aku, memang aku sedikit bingung karna materi yang barusan saya dapat belum sepenuhnya aku mengerti dan sekarang waktunya istirahat aku malah canggung untuk bergabung dengan teman-teman baruku.” Dengan panjang lebar Shoby menjelaskan kebingungannya kepadaku, seperti memberi lampu hijau. Tapi mungkin itu hanya pikirku saja yang terpesona dengan dia.
”Oh…., insyaalloh aku bisa bantu mecahin kesulitan materi tadi, mungkin dengan sebisaku. Kalau kamu canggung dengan mereka, bagaimana kalau kita nyari tempat lain untuk mengisi perut?” seperti kesatria disiang bolong aku dengan dewasanya menjawab.
“Sebelumnya aku sangat berterima kasih. Ayo…kita nyari tempat lain aja..!” tanpa ragu Shoby menyetujui ajakanku.
Denan perasaan hati yang tidak jelas arah, aku menuntun Shoby melewati perjalanan panjang menuju tempat makan yang ada di dekat gerbang sekolah. Sekolah hari pertama sudah mendapatkan kebahagiaan yang pertama pula dengan orang yang baru saja aku kenal. Siapa sangka, aku mungkin bukan satu-satunya orang yang merasakan bahagia, ternyata di tempat makan yang kami tuju banyak teman-teman yang mungkin perasaannya waktu itu sama dengan aku.
Setelah kami sampai di tempat tujuan, memilih tempat duduk yang nyaman dan menu makan yang sehat pula. Aku dan Shoby pesan makanan yang berbeda, tetapi yang aneh ada satu pesanan yang sama. Aku pesan minuman Ice Kopi Indocaffe, Shoby juga memesan minuman yang sama. Sungguh hal yang sangat istimewa dan aku semakin berfikir jauh tentang kejadian ini.
******
Hari-hari menuntut ilmu kulalui. Perjalanan yang tak akan bisa dilukiskan dan dituliskan, telah aku lalui dengan sabar. Materi-materi pelajaran sudah sampai pada tahap yang jam terbang yang tinggi. Guru-guru sudah sangat mengenaliku sampai pada akar-akarnya. Yang tadinya orang-orang baru itu sekarang sudah menjadi sahabat yang mungkin sehidup semati yang tak kan terpisahkan oleh apapun.
Mulai lagi dengan pembelajaran. Sekarang jam mata pelajaran Bahasa Indonesia mengawali tatap muka. Setelah berbagai materi disampaikan, msteri yang diberikan oleh Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia sekarang adalah membuat puisi dengan tema bebas. Dengan otakku yang sangat sensitive terhadap puisi, langsung saja aku menggoreskan bait-bait puisi dengan refleknya. Setelah selesai dengan sekemampuanku jadilah coretanku puisi yang menurut saya indah.
Setelah selesai semuanya, lembaran-lembaran kertas yang sudah berisi bait-bait puisi hasil karya aku dan teman-teman diminta dikumpulkan dimeja tempat duduk Guru Bahasa Indonesia tersebut. Sungguh tak kusangka, Guru meminta yang dipanggil namanya maju kedepan dan membacakan puisi hasil karyanya. Apa yang sudah aku perkirakan ternyata benar. Namaku yang terdengar dipanggil duluan. Dengan sedikit gemetar dan keringat panas dingin, aku memberanikan diri maju kedepan untuk membacakan puisi yang sudah aku tulis.
Mulailah aku membacakan puisiku.
“Kenapa selalu bertanya-tanya?
Siapakah yang kulihat dipojok depan bangunan singkat
Terlihat ujung mata panah sekedip mata menusukku
Bola mata yang putih tanpa debu
Rambut terurai rapih melambay tertuju
Semerbak wangi aroma tubuhnya melontarkan pesona hati”
Dengan selalu mataku sedikit tertuju kepada Shoby, selesailah aku membacakan puisi jelekku. Tepuk tangan dari Guru dan teman-temanku sedikit meredakan gemetarku. Kembali aku duduk dikursi indahku, tak kusangka aku mendapat lirikan dari Shoby dan jempol yang indah. Seperti berada di taman bunga pada pagi hari, sungguh bahagia hatiku.
Setelah semuanya sudah mendapat giliran maju kedepan, bel istirahat pun berbunyi dan Guru mempersilahkan kami beristirahat.
Seperti biasa, aku tidak tergesa-gesa menuju keluar. Tanpa disangka, Shoby menghampiriku tanpa terlihat mataku.
“Tryas, aku kagum padamu, kamu pandai menulis puisi dan berani maju kedepan membacakannya. Aku duluan nyari makanan sama temanku ya..!” Shoby mengusap lembut pundakku dan melambaikan tangan menuju keluar.
Seaakan disiram madu, aku tertegum sejenak dan tak sempat bilang terima kasih. Yang aku rasa begitu indah. Tak sedikit pun kata-kata yang terucap dari bibirku. Namun demikian hatiku yang berbicara tak karuan karna begitu bahagianya.
Tak lama kemudian, Dewi teman Shoby perlahan mendekati aku. Dia seakan membawa banyak ungkapan yang ingin disampaikan. Benar saja, dia tanpa kata menyeret lenganku menuntun membawaku ketempat duduk dia yang berada dibelakang.
“Aku mau bicara serius sama kamu Tryas, boleh nggak?” Dewi bertanya kpadaku dengan seriusnya dan tanpa basa-basi.
“Ya, silahkan. Memangnya ada apa Wi? Kayanya penting banget?” dengan penasaran aku mempersilahkan Dewi bercerita.
“Begini Tryas, kemarin Shoby banyak cerita sama aku, dan diantara cerita itu dia membahas kamu. Kayanya dia suka sama kamu tuh?” dengan nada serius Dewi berusaha menjelaskan cerita dia kemarin ketika dengan Shoby tanpa panjang lebar.
“Masa sih Wi? Dewi serius atau hanya nebak saja?” tanyaku lebih menyudutkan dewi dengan rasa penasaranku.
“Astagfirulloh….Dewi yakin Shoby suka sama kamu….sumpah Dewi nggak bohong.” Dengan nada keras Dewi ingin sekali meyakinkanku.
“Subhanalloh….mudah-mudahan saja Wi benar, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.” Jawabku begitu yakin.
“Iya, jangan sampe kesempatan kamu hilang. Maaf aku masih ada perlu sama teman, kapan-kapan dilanjut lagi.”
“Iya, terimakasih infonya Wi….makasih banget.”
“Iya, sama-sama, aku keluar dulu yah..”
“Iya, sekali lagi terimakasih.” Dengan senyum kebahagiaan aku berkali-kali bilang terima kasih kepada Dewi.
Kebahagiaan yang tak terkira, rasa yang sekian lama terpendam, kini sudah menemukan titik terang untuk segera diungkapkan bahwa aku juga sebenarnya sangat menyukai Shoby dari berbagai hal. Dengan perlahan tapi pasti, aku mulai memikirkan rencana matang-matang agar bisa segera mengungkapkan semua isi hati ini kepada Shoby.
Kebetulan besok hari minggu, jadi pas sekali dengan hari dimana anak sekolahan libur. Langsung saja pikirku yang sensitive mulai mendapat rencana-rencana jitu yang sudah diyakinkan pasti berhasil. Bukan rencana jahat, melainkan rencana yang akan mengukir sejarah baru di dunia fink yang pastinya aku dengan Shoby menyatakan janji.
Keesokan harinya, hari minggu. Seperti biasa aku dan Shoby berhubungan lewat pesan singkat. Setelah berbagai jurus dan menjalankan rencana yang sudah dibuat, akhirnya Shoby mau menuruti kemauanku untuk bertemu di rumah Diki teman dekat aku yang paling baik. Setelah ada persetujuan dari temanku Diki, dan Shoby sedang diperjalanan menuju rumah Diki, aku langsung saja tanpa bekal apa-apa bergegas menuju rumah Diki. Sesampainya aku di rumah Diki, ternyata diluar rencana Shoby sudah menantiku di ruang tamu rumah Diki. Alangkah terkejutnya aku dan sangat malu sekali.
Setelah pembicaraan berputar-putar tanpa tertuju, aku sengaja membawa Shoby ke taman depan rumah Diki. Sekedar membuang jenuh Shoby dan menjaga jarak aku dengan Diki supaya Shoby tidak merasa canggung. Setelah semuanya terkendali, aku melihat keatas langit sudah berselimut awan hitam nan tebal, tandanya akan turun hujan. Dengan hati yang sangat tegang dan tergesa-gesa ingin sekali berada pada waktu yang tepat. Suasana pun mulai terkendali, keindahan taman menjadikan suasana seperti di taman firdaus. Namun sangat sepi, hanya percakapan aku dan Shoby yang terdengar di taman itu.
Sekedip mata Shobi memegang tanganku dan bibir seperti angka tiga Shobi mulai mendekati telinga kiriku. Dengan disertai angin surga, menyempoyongkan tubuhku mendekati Shoby yang ingin membisikan sesuatu ketelingaku.
“Tryas, sebenernya sejak pertama aku bekenalan dengan kamu, hatiku berkata bahwa aku suka sama kamu..” Shoby dengan lembutnya berbisik menyatakan isi hatinya kepadaku.
“Shoby, aku juga tidak bisa membohongi hati ini, sejak pertama kali aku bertemu kamu, sungguh aku juga suka sama kamu.” Aku menatap kedua mata Shoby yang indah, dan meyakinkan Shoby bahwa aku adalah orang yang tepat untuk dimilikinya.
Terukirlah sudah sejarah dunia fink. Perjalanan yang panjang penuh perjuangan menghasilkan satu ukiran yang takkan terkikis oleh apapun. Aku benar-benar sedang dikelilingi malaikat di surge. Berdamping dengan bidadari yang terindah. Dengan satu kata menjadikan pahatan dalam hati yang takkan terkikis apapun.
Canda tawa bahagia yang ingin berlangsung lama, dihentikan oleh waktu. Shoby harus pulang karna hari sudah mulai sore dan langit sudah menjatuhkan tangis bhagianya. Aku pun tak bisa melarang Shoby untuk tidak pulang. Kami pun sangat berterimakasih kepada Diki yang telah menemani perjuanganku. Tanpa basa-basi lagi kami pamit pulang. Aku dan Shoby pulang berlawanan arah.
Sedikitpun, setelah aku sampai di rumah bayanganku hanya tertuju kepada Shoby. Namun ketika bayangan terindah mulai membuaikanku, tiba-tiba bayangan hitam membuyarkan segalanya. Sejenak aku tertegum dan penuh tanda Tanya.
“Bertanda apakah ini?” aku tersadar dari lamunan.
Selang beberapa menit, telepon aku berbunyi. Tertera dalam pesan singkatnya dari Shoby. Aku sungguh bahagia dia ngasih kabar ketika aku sedang memikirkannya. Tetapi juga aku hendak merasa takut. Perlahan teleponku aku ambil dan perlahan aku buka pesan singkatnya.
“Maaf, ini dengan keluarga Shoby? Saya dari kepolisian, memberitahukan bahwa korban yang bernama Shoby mengalami kecelakaan dan meninggal dunia. Jenazahnya sekarang ada di Rumah Sakit Polres, mohon kesediaannya untuk segera menuju Rumah Sakit tersebut. Terima kasih.”
“Innalillahi……ya alloh….kenapa ini bisa terjadi?” aku berteriak dengan sangat keras setelah menerima pesan singkat tersebut. Seakan tak percaya semua ini terjadi. Tanpa menghiraukan hujan yang sangat derasnya disertai gemuruh geledek. Aku pun berjalan dengan pikiran gelap disertai air mata yang tak hentinya membasahi muka disertai air hujan. Laju kendaraanku yang bontang-banting seperti tak terarah, ingin segera sampai ketempat tujuan.
Sesampainya aku di Rumah Sakit Polres, suara tangis dari berbagai sudut ruangan terdengar mengalahkan derasnya hujan dan suara gemuruh geledek. Ibu dan Ayah serta keluarga besar Shoby sudah merapat mengelilingi Jasad Suci. Dengan keadaanku yang tak karuan dibasahi derasnya hujan, aku muali mendekati gemuruh tangisan. Seakan tak percaya keluarga Shoby menyambutku dengan tatapan berbagai hal. Keluarga Shoby belum tau aku dan Shoby sudah mengikat janji. Mereka mengira aku datang sebagai teman dekat Shoby.
Perlahan barisan tangisan mulai terbuka dan aku menyelinap masuk dalam barisan. Dengan ikatan batin yang kuat, tangisan yang tadi sebentar reda, tanpa sadar kembali menghujani pipiku. Setelah kedua mataku menatap Jasad Suci belahan hatiku terbujur kaku.
“Engkaulah yang telah memberi arti dalam hidupku…
Engkau juga yang memberi warna pelangi dalam setiap perjalanan hidupku…
Engkau anugrah terindah dalam hidupku….
Terima kasih atas warna yang telah engkau berikan….
Akan ku ukir abadi dalam hati namamu….
Akan kupersembahkan setiap do’a-do’aku hanya untukmu….
Karna engkaulah satu yang terbaik dalam hidupku….”
Semakin dalam aku terhanyut dalam duka, semakin aku merasakan tak berdaya. Aku mendekati Jasad Suci, dan aku mengecupkan bibir ku tepat di kening Shoby.
“Aku do’akan semoga engkau bahagia dan diterima disisiNya.” Dengan keridhoanku aku perlahan melepaskan ciumanku.
Tangisan keluarga Shoby sejenak terhenti, semua pandangan tertuju padaku. Penuh dengan tanda Tanya.
*****
Amiee43
Januari, 2012
DATA DIRI
Nama : Fahmi Zulkipli Lubis
Tempat/tanggal lahir : Ciamis, 27 April 1989
Alamat : Dsn. Lawong
RT/RW : 004/003
Desa/Kel : Pusakanagara
Kecamatan : Baregbeg
Kab/Kota : Ciamis
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Langganan:
Postingan (Atom)