indak Pidana Terhadap Tanah
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR
BELAKANG MASALAH
Semakin
meningkatnya pembangunan, maka kebutuhan terhadap tanah semakin meningkat pula,
sedang persediaan tanah semakin terbatas. Keadaan yang demikian berakibat
banyaknya kejahatan maupun pelanggaran terhadap tanah terjadi baik itu
pemalsuan surat-surat tanah yang dipergunakan untuk kepentingannya dan
merugikan bagi orang lain, juga dengan menipu dengan menguntungkan diri sendiri
atau orang lain dengan melawan hak dengan jalan menjual, menukarkan, menyewakan
atau menjadikan tanggungan utang sesuatu hak rakyat dalam memakai tanah
pemerintah atau partikelir, pembatasan tanah. Selain kejahatan terhadap tanah,
terdapat juga pelanggaran-pelanggaran dan semuanya itu telah diatur dalam KUHP
yang semata-mata untuk menjamin kesejahteraan dari pada pemilik tanah, maka
dari itu dalam makalah ini membahas unsur-unsur dan pertanggung-jawaban
pemidanaannya.
I.2. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa pengertian dari pada kejahatan terhadap tanah
?
2. Apa saja unsur subyektif dan obyektif
dari setiap pasal yang berkaitan dengan kejahatan terhadap tanah ?
3. Bagaimana pertanggung-jawaban
dari setiap pasal tentang kejahatan terhadap tanah ?
I.3. TUJUAN
DAN MANFAAT
1. Untuk mengetahui pengertian dari pada kejahatan
terhadap tanah.
2. Untuk mengetahui unsur subyektif
dan obyektif dari setiap pasal yang berkaitan dengan kejahatan terhadap tanah.
3. Untuk mengetahui bagaimana
pertanggung-jawaban dari setiap pasal tentang kejahatan terhadap tanah.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. PENGERTIAN DARI PADA KEJAHATAN TERHADAP TANAH.
Dalam
membahas pengertian tentang kejahatan terhadap tanah, perlu diketahui dahulu
apa pengertian “kejahatan” yang sering diartikan perbuatan pidana atau
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, dan ada sanksi bagi yang
melanggar larangan tersebut.
Kejahatan
atau perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum, dan disertai dengan ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi barang
siapa yang melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa kejahatan
adalah perbuatan yang oleh hukum dilarang atau diancam pidana, asal perlu kita
ingat bahwa larangan itu ditunjukkan kepada perbuatan (suatu keadaan atau
kejadian yang ditimbulkan oleh perbuatan seseorang), sedangkan ancaman itu
pidananya ditujukan kepada orang yang mnimbulkan kejahatan itu. Dapat diartikan
bahwa kejahatan pertanahan dalam KUHP adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang
oleh peraturan perundang-undangan yang disertai sanksi pidana bagi yang
melakukannya. Dalam KUHP terdapat pasal-pasal yang mengatur dalam hal
pertanahan pada buku II tentang kejahatan, dan buku III tentang pelanggaran .
II.2. UNSUR SUBYEKTIF DAN OBYEKTIF DARI SETIAP PASAL YANG
BERKAITAN DENGAN KEJAHATAN TERHADAP TANAH.
Kejahatan
pertanahan jika dilihat dari segi waktunya dibedakan menjadi tiga, antara
lain: 1. Pra perolehan 2. Menguasai tanpa hak 3. Mengakui tanpa hak
Dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bentuk-bentuk kejahatan terhadap tanah beserta unsur-usurnya adalah sebagai berikut:
Dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bentuk-bentuk kejahatan terhadap tanah beserta unsur-usurnya adalah sebagai berikut:
Ø Pra
Perolehan
1. Delik Penipuan
Tindak pidana
ini mengenai menghancurkan, memindahkan atau menyingkirkan sesuatu yang dipakai
orang untuk menunjukkan batas-batas halaman oleh pembentuk undang-undang telah
diatur antara lain:
Pasal 389 Undang-undang pidana yang berbunyi:
Pasal 389 Undang-undang pidana yang berbunyi:
“Barang
siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melawan hak, menghancurkan, memindahkan, membuang atau membuat sehingga tidak
dapat terpakai lagi barang yang dipergunakan untuk menentukan batas pekarangan,
dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan” .
Tindak
pidana ini tidak ada unsur perbuatan atau upaya-upaya perbuatan yang bersifat
menipu atau membohongi, seperti tipu muslihat, rangkaian kebohongan, perbuatan
curang dan lain sebagainnya . Walaupun demikian sesungguhnya dalam pasal ini
ada unsur membohongi atau mengelabui orang atau khalayak umum, yaitu dengan
perbuatannya terhadap sesuatu yang digunakan sebagai batas tanda pekarangan itu
orang lain dapat terpedaya, menjadi keliru mengenai batas dan luas tanah
pekarangan, perbuatan itu juga mengakibatkan tidak jelasnya batas- batas
pekarangan dan merubah luas suatu pekarangan dari luas asalnya .
Tindak
pidana yang diatur dalam pasal 389 ini terdiri dari beberapa unsur sebagai
berikut;
a. Unsur
Subyektif
§ Dengan
Maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan dengan melawan hukum.
Unsur
Subyektif kejahatan ini sama dengan penipuan (opchting), pemerasan, pengancaman
yaitu punya maksud menguntungkan. Dalam penipuan selain maksud menguntungkan,
ada unsur menggerakkan, yaitu menyerahkan, memberi hutang, dan lain-lain .
Kata “dengan
maksud” ini menunjukkan “naaste doel” dari pelaku, ataupun yang di dalam
doktrin juga disebut “bijkomend oogmerk” atau “maksud selanjutnya” dari pelaku,
sehingga untuk selesainya tindak pidana yang diatur dalam pasal 389 KUHP,
maksud pelaku sebagaimana yang dimaksud diatas tidak perlu dicapai pada waktu
pelaku melakukan perbuatan-perbuatan yang terlarang, yakni perbuatan:
merusakkan, memindahkan, menyingkirkan atau membuat tidak dapat dipakai lagi.
Akan tetapi adanya maksud seperti itu pada pelaku harus didakwakan dan
dibuktikan di sidang pengadilan yang memeriksa perkara pelaku.
b. Unsur
Objektif
• Barang
siapa
Kata barang
siapa ini menunjukkan orang, yang apabila orang tersebut memenuhi semua unsur
tindak pidana yang diatur dalam pasal 389 KUHP maka ia bisa disebut sebagai
pelaku atau sebagai deder dari tindak pidana tersebut .
•
Menghancurkan
Yang
dimaksud dengan menghancurkan atau suatu perbuatan yang menimbulkan kerusakan,
hanya akibat dari perbuatan menghancurkan lebih besar daripada akibat perbuatan
merusak. pada umumnya suatu akibat hancurnya benda oleh perbuatan menghancurkan
adalah benda tidak dapat dipakai lagi .
§ Memindahkan
Suatu benda yang digunakan sebagai batas pekarangan itu tidak berada pada
tempat semula, akibatnya berpengaruh pada luas tanah tersebut .
§ Membuang Menghilangkan
suatu benda yang digunakan sebagai tanda batas, dan berakibat kaburnya mengenai
batas dan luas suatu pekarangan.
§ Membuat
tidak dapat dipakai lagi. Yaitu perbuatan pada suatu benda yang berakibat benda
itu tidak dapat dipergunakan lagi sebagaimana tujuan benda itu dibuat .
§ Objeknya. Tentang
unsur objek kejahatan yang dirumuskan sebagai sesuatu yang digunakan sebagai
tanda batas pekarangan, adalah segala macam benda yang dibuat secara jelas
untuk menunjukkan batas tanah pekarangan tersebut .
Selain pasal
389 kejahatan pertanahan dalam delik penipuan, juga dijelaskan dalam pasal 385
KUHP, yang diberi kualifikasi sebagai stelionat atau dapat disebut penipuan
yang berhubungan hak atas tanah ketentuan pidana pada pasal ini bertujuan untuk
melindungi hak atas tanah yang dimiliki oleh penduduk asli berdasarkan hukum
adat, ataupun atas bangunan-bangunan atau tanaman-tanaman yang terdapat di atas
tanah seperti itu . Barang siapa menunjukkan orang jika memenuhi syarat pada
pasal 266 KUHP dapat dikenai tindak pidana pemalsuan dalam bidang kejahatan
terhadap tanah. Tindak pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal ini hanya
dalam KUHP, dan tidak dalam Wvs Belanda, hal ini merupakan pengecualian dari
asas concordantie .
Pasal 385.
Pada pasal ini tersebut mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. Unsur
subyektif:
§ Dengan
Maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan dengan melawan hukum.
§ Diketahui
tanah tersebut ada orang lain yang lebih berhak.
§ Tidak
memberitahukan kepada orang lain bahwa tanah tersebut telah dijadikan tanah
tanggungan utang atau telah digadaikan .
b. Unsur
obyektif:
§ Barang
siapa.
§ Menjual,
menukarkan, menyewakan atau menjadikan tanggungan utang sesuatu hak rakyat
dalam memakai tanah pemerintah dan partikelir.
§
Menggadaikan atau menyewakan tanah orang lain.
§ Menjual,
menukarkan, menyewakan atau menjadikan tanggungan utang sesuatu hak rakyat
dalam memakai tanah pemerintah dan partikelir.
§ Menyewakan
tanah buat suatu masa, sedang diketahuinya tanah tersebut telah disewakan
sebelumnya kepada orang lain .
Beberapa
putusan Kasasi Mahkamah Agung berkenaan dengan ketentuan pidana yang diatur
dalam pasal 385 KUHP, dapat dicatatat antara lain, yakni:
1. Putusan
Kasasi Mahkamah Agung RI tanggal 28 Agustus 1974 No. 104 K-Kr/1973 yang antara
lain memutuskan bahwa:
“Meminjam
sebidang tanah dari yang berhak guna digarap satu musim, tetapi setelah waktu
tiba untuk mengembalikannya pada yang berhak, tidak dikembalikannya melainkan
dijual musiman kepada orang lain, dipersalahkan melanggar pasal 385 (4) KUHP”
2. Putusan
Kasasi Mahkamah Agung RI tanggal 10 Mei 1972 N0. 107 K-Kr/1970 yang antara lain
memutuskan sebagai berikut:
“Pertimbangan
pengadilan tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung, karena terdakwa telah
terbukti dengan maksud untuk menguntungkan anak kandungnya sendiri telah
meghilangkan hak saksi KL atas tanah karcis No. 317 pada pembagian tanah Bandar
Simare Mangunsaksak, terdakwa dipersalahkan melakukan kejahatan dengan maksud
hendak menguntungkan diri-sendiri atau orang lain secara melawan hukum, telah
melanggar hak orang Indonesia atas tanah, sedangkan diketahuinya bahwa orang
lain berhak atas tanah tersebut” .
2. Delik Pemalsuan
Pasal-pasal
yang mengatur tentang kejahatan pemalsuan yang dapat diterapkan terhadap
kejahatan dibidang pertanahan adalah sebagai berikut, pasal 266 KUHP berbunyi
sebagai berikut:
(1). Barang
siapa menyuruh menempatkan keterangan palsu keadaan suatu akta autentik tentang
suatu kejadian yang kebenarannya harus dinyatakan dalam akta itu, dengan maksud
akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akta itu dseolah-olah
keterangan itu cocok dengan hal sebenarnya, maka dalam mempergunakannya itu
dapat mendatangkan kerugian, dihukum selama-lamanya tujuh tahun.
(2) Dengan
hukuman yang serupa itu juga dihukum barang siapa dengan sengaja menggunakan
akta itu seolah-olah isinya cocok dengan hal yang sebenarnya jika pemakaian
surat itu dapat mendatangkan kerugian.
Kalau
diteliti ketentuan pasal 266 KUHP tersebut, maka yang dapat dijatuhi sanksi
menurut ketentuan pasal itu adalah mereka yang menyuruh menggunakan sarana
tersebut untuk melakukan kejahatan, atau mereka dengan sengaja menggunakan
sertifikat palsu sebagai sarana melakukan kejahatan dibidang pertanahan. .
Unsur-unsur
yang terdapat dalam pasal diatas adalah sebagai berikut:
a. Unsur
Subjektif
§ Dengan
maksud menggunakan akta itu seolah-olah keterangan itu cocok dengan hal yang
sebenarnya.
Yakni
si-pelaku menyadari bahwa surat-surat palsu itu akan dipergunakan untuk
kepentingannya dan untuk merugikan orang lain, dengan sengaja.
b. Unsur Objektif
§ Barang
siapa
Menunjukkan
orang yang apabila memenuhi pasal 266 KUHP dapat dikenai tindak pidana
pemalsuan dalam bidang kejahatan terhadap tanah.
§ Menyuruh
menempatkan keterangan palsu
Memberi
perintah pada orang lain dengan keterangan atau penjelasan yang tidak sesuai
dengan bukti yang ada .
Juga
disebutkan dalam pasal 274 KUHP yang mengatur masalah delik pemalsuan yang
masuk dalam kejahatan terhadap tanah, yang berbunyi:
(1). Barang
siapa membuat palsu atau memalsukan surat keterangan pegawai negri yang
menjalankan kekuasaan yang sah mengenai hak milik atau sesuatu hak lain atas
suatu barang dengan maksud akan memindahkan penjualan atau penggadaian barang
itu atau dengan maksud akan memperdaya pegawai kehakiman atau polisi tentang
asalnya barang tersebut.
(2). Dengan
hukuman serupa itu juga dihukum juga barang siapa dengan maksuddengan maksud
yang serupa menggunakan surat keterangan palsu atau yang dipalsukan itu
seolah-olahasli dan tidak dipalsukan.
Menurut R. Soesilo yang dimaksud surat keterangan Pegawai Negeri Sipil dalam hubungannya dengan kejahatan terhadap pertanahan adalah surat-surat yang diberikan oleh kepala-kepala desa yang menerangkan siapa orang yang berhak atas sebidang tanah, yang mana sesuai dengan register yang dipegangnya tentang hak milik individual dan milik komunal. Pemalsuan keterangan tersebut biasanya digunakan untuk penjualan tanah .
Menurut R. Soesilo yang dimaksud surat keterangan Pegawai Negeri Sipil dalam hubungannya dengan kejahatan terhadap pertanahan adalah surat-surat yang diberikan oleh kepala-kepala desa yang menerangkan siapa orang yang berhak atas sebidang tanah, yang mana sesuai dengan register yang dipegangnya tentang hak milik individual dan milik komunal. Pemalsuan keterangan tersebut biasanya digunakan untuk penjualan tanah .
Kasus yang
muncul diatas pada dasarnya adalah sebagian besar akibat kurangnya ketelitian
petugas kantor pertanahan dalam menyikapi adanya sertifikat ganda, maka dari
itu perlu diadakan pengawasan yang tetap terhadap para petugas yang terkait dalam
pembuatan akta tanah .
Selain
pasal-pasal di atas, terdapat juga dalam pasal 263 dan pasal 264 KUHP. Dalam
pasal 263 dijelaskan tentang pemalsuan surat adalah delik yang dirumuskan
secara formil, artinya tidak ada akibat yang penting kecuali yang telah
termasuk kelakuan memalsu .
Ø Menguasai
Tanpa Hak
1. Kejahatan
dalam jabatan
Delik yang
dilakukan dalam jabatan dapat dituntut jika seorang pegawai negeri yang
melakukan tersebut harus pada waktu melakukan jabatannya dan dikategorikan
sebagai delik pertanahan yang tercantum dalam pasal 425 angka 3 e yang
berbunyi:
“Pegawai
negeri yang pada waktu menjalankan jabatan seolah-olah menurut peraturan
tentang tanah pemerintah, yang dikuasai dengan hak Bumiputra memakai tanah itu,
dengan merugikan orang yang berhak, sedang diketahuinya bahwa perbuatan itu ia
melanggar peraturan tersebut”.
Unsur-unsur
yang terdapat dalam pasal diatas, sebagai berikut:
a. Unsur
subjektif
§ Dengan
merugikan orang yang berhak
Suatu
tindakan yang dilakukan dan mengakibatkan kesusahan terhadap orang yang
benar-benar mempunyai bukti kepemilikan atas barang yang dimiliki.
b. Unsur
objektif
§ Pegawai
Negeri
Seorang abdi
Negara yang berkewajiban menjalankan tugasnya sesuai dengan ketetapan yang
diatur pemerintah.
§ Menjalankan
jabatannya
Melaksanakan
kewajiban sesuai dengan tugas yang telah diemban dan dilakukan atas dasar
mengabdi kepada Negara.
Delik yang
tercantum dalam pasal ini dinamakan dengan “kenevelarij” yang oleh R. Suesilo
diterjemahkan dengan berarti “permintaan memaksa”.
Dalam pasal ini unsure yang sukar dibuktikan adalah unsur “pada waktu menjalankan jabatan”, karena pegawai negeri atau pejabat di Negara kita sukar untuk dipastikan kapan dia menjalankan jabatan dan kapan tidak. Namun demikian, pada tahun 1971 yaitu diundangkannya Undang-undang Nomer 3 tahun 1971 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka kejahatan yang diatur dalam pasal 425 KUHP tersebut kemudian dikualifikasi sebagai delik korupsi.
Dalam pasal ini unsure yang sukar dibuktikan adalah unsur “pada waktu menjalankan jabatan”, karena pegawai negeri atau pejabat di Negara kita sukar untuk dipastikan kapan dia menjalankan jabatan dan kapan tidak. Namun demikian, pada tahun 1971 yaitu diundangkannya Undang-undang Nomer 3 tahun 1971 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka kejahatan yang diatur dalam pasal 425 KUHP tersebut kemudian dikualifikasi sebagai delik korupsi.
Ø Mengakui
tanpa hak
1. Delik
pelanggaran terhadap hak kebebasan dan ketentraman.
Kejahatan
ini dirumuskan dalam pasal 167, yang unsur-unsurnya sebagai berikut:
a. Unsur
subyektif.
§ Melawan
hukum.
Yakni
sebelum bertindak, ia sudah mengetahui atau sadar bahwa tindakannya
bertentangan dengan hukum seolah-olah mengakui miliknya sendiri .
§ Sengaja.
Ia telah
mengetahui bahwa perbutannnya bertentangan dengan kewajiban hukumnya atau bertentangan
dengan hak orang lain.
b. Unsur
obyektif.
§ Masuk ke
dalam rumah orang lain dalam keadaan terbuka atau tertutup dengan paksa.
Yang dapat
diartikan “masuk dalam keadaan paksa” ialah masuk dengan cara bertentangan
dengan kehendak yang dinyatakan sebelumnya oleh yang berhak, misalnya: Dengan
perkataan, perbuatan, dengan tulisan “dilarang masuk” atau tanda lain yang sama
artinya dan dapat dipahami oleh orang daerah sekitarnya.
Juga
dianggap dengan “masuk dengan paksa” dalam ayat dua ialah: orang yang masuk
dengan cara membongkar, memanjat, memakai anak kunci palsu, perintah palsu,
pakaian jabatan palsu, atau orang yang bukan karena kekeliruan masuk ke tempat
itu dan orang yang berada di tempat tersebut pada waktu malam.
§ Berdiam
atau berada dalam rumah, ruangan tertutup serta tidak pergi dari tempat itu
atas permintaan yang berhak atas rumah atau ruangan.
Orang yang menyusup ke suatu rumah atau ruangan tertutup pada waktu siang dan kedapatan di tempat itu pada waktu malam termasuk larangan ini, sebaliknya orang yang menyusup pada waktu malam dan kedapatan pada keesokan harinya, tidak termasuk dalam larangan ayat ini. Jadi yang patut dituntut menurut pasal ini ialah orang yang berada di tempat itu pada waktu malam.
Orang yang menyusup ke suatu rumah atau ruangan tertutup pada waktu siang dan kedapatan di tempat itu pada waktu malam termasuk larangan ini, sebaliknya orang yang menyusup pada waktu malam dan kedapatan pada keesokan harinya, tidak termasuk dalam larangan ayat ini. Jadi yang patut dituntut menurut pasal ini ialah orang yang berada di tempat itu pada waktu malam.
§ Obyeknya.
Obyek dari
pasal ini adalah rumah, ruangan atau pekarangan tertutup. Pengertian “rumah”
masuk pula perahu atau kendaraan yang ditinggali orang, dan pendeknya semua tempat
yang digunakan untuk tempat tinggal. Kata “ruangan tertutup” yaitu ruangan yang
hanya boleh dimasuki oleh orang yang tertentu saja dan bukan untuk umum. Dan
yang dimaksud dengan “pekarangan tertutup” ialah suatu pekarangan yang dengan
nyata ada batas-batasnya, misalkan: ada pagar disekeliling pekarangan itu .
Juga dalam Pasal
168, yang unsur-unsurnya:
a. Unsur
Subyektif
§ Melawan
hukum
Yakni
sebelum bertindak, ia sudah mengetahui atau sadar bahwa tindakannya
bertentangan dengan hukum. Berhubungan dengan ini dalam soal waktu terdapat
peranan penting, misalkan: kepala kantor pos tidak dapat melarang kepada orang
yang akan membeli perangko masuk ke dalam ruang kantor pos pada jam kerja,
dalam hal ini apabila jam kerja yang ditentukan sudah lewat, maka tidak
sembarang orang boleh masuk ke dalam kantor pos itu.
§ Sengaja.
Ia telah
mengetahui bahwa perbutannya bertentangan dengan kewajiban hukumnya atau bertentangan
dengan hak orang lain.
b. Unsur
obyektif
§ Masuk
dengan paksa atau tinggal dalam tempat untuk pekerjaan umum dan tidak dengan
segera pergi dari tempat itu atas permintaan pegawai negeri yang berkuasa.
Yang
dimaksud dengan “tempat pekerjaan umum” ialah tempat yang dipergunakan untuk
melakukan tugas oleh instansi atau badan-badan pemerintahan, ruang sidang
pegadilan, kantor, dan lain sebaginya.
§ Masuk
dengan membongkar atau memanjat, memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau
pakaian jabatan palsu.
§ Memaksa
masuk dengan tidak sepengetahuan pegawai negeri yang berkuasa dan tidak karena
kekeliruan kedapatan di tempat itu pada waktu malam
Mengenai “pegawai yang berkuasa” adalah sama artinya dengan pegawai yang mempunyai kekuasaan terhadap seluruh ruagan itu atau pegawai yang khusus ditugaskan untuk menjaga ketertiban dalam ruang itu .
Mengenai “pegawai yang berkuasa” adalah sama artinya dengan pegawai yang mempunyai kekuasaan terhadap seluruh ruagan itu atau pegawai yang khusus ditugaskan untuk menjaga ketertiban dalam ruang itu .
Dan
pelanggaran-pelanggaran terhadap tanah yang dimuat dalam buku III KUHP terdapat
empat pasal, yaitu:
Pasal 548,
yang unsur-unsurnya:
a. Unsur
subyektif
§ Sengaja
Ia telah
mengetahui bahwa perbutannya bertentangan dengan kewajiban hukumnya atau
bertentangan dengan hak orang lain dengan membiarkan ternak yang bersayap dan
tidak dapat terbang, seperti: ayam, itik, angsa.
b. Unsur
obyektif
§ Membiarkan
hewan ternak milik sendiri
Mengetahui
namun tidak menghalang-halangi hewan milik sendiri yang berjalan di atas tanah
orang lain.
§ Menyuruh
hewan ternak milik sendiri
Yaitu dengan
sengaja menyuruh hewan miliknya itu berjalan di atas tanah orang lain.
§ Obyeknya
Tanah yang
sudah ditaburi biji, misalnya: padi, kedelai. Juga tanah yang ditugali (ditanam
biji dalan tanah, semisal: kentang, kacang) atau ditanami dan berupa kebun
sayuran .
Dan
perbedaan antara pasal 548, 549, 550 mengenai tanah-tanah tanaman yaitu
tanah-tanah yang sudah ditaburi, digali, atau ditanami. Apabila seseorang tanpa
hak membiarkan hewan bersayap yang tidak dapat terbang seperti: ayam, itik, dan
sebagainya, berjalan disitu maka ia dapat dikenai hukuman denda sebanyak-banyak
lima belas rupiah (pasal 548). Apabila tanahnya berupa suatu padang rumput, dan
seorang membiarkan tanpa hak ternak berjalan disitu hukumannya menjadi maksimum
denda dua puluh lima rupiah (pasal 549). Apabila orang itu sendiri berjalam
atau berkendaraan ditanah tersebut, maka hukumannya maksimum lima belas rupiah
lagi (pasal 550) . Sedang pada pasal 551 ini tidak perlu tanah itu ditaburi,
taguli, ditanami sudah cukup apabila orang yang melanggar dengan berjalan atau
berkendaraan diatas tanah kepunyaan tanah orang lain yang sudah diberi tanda
larangan yang nyata, dihukum dengan denda maksimum lima belas rupiah juga .
II.3. PERTANGGUNG-JAWABAN DARI SETIAP PASAL TENTANG
KEJAHATAN TERHADAP TANAH.
Pelaku
kejahatan terhadap tanah, pertanggung jawabannya berbeda pada setiap pasalnya.
1. Pelaku pidana
pasal 385 KUHP dikenakan sanksi penjara selama-lamanya empat tahun.
2. Pelaku
pidana pasal 389 KUHP dikenakan sanksi penjara selama-lamanya dua tahun delapan
bulan.
3. Pelaku
pidana pasal 263 KUHP dikenakan sanksi penjara selama-lamanya enam tahun.
4. Pelaku
pidana pasal 264 KUHP dikenakan sanksi penjara selama-lamanya delapan tahun.
5. Pelaku
pidana pasal 266 KUHP dikenakan sanksi penjara selama-lamanya tujuh
tahun.
6. Pelaku
pidana pasal 274 KUHP dikenakan sanksi penjara selama-lamanya dua tahun.
7. Pelaku
pidana pasal 425 KUHP dikenakan sanksi penjara selama-lamanya tujuh
tahun.
8. Pelaku
pidana pasal 167 KUHP dikenakan sanksi penjara selama-lamanya sembilan bulan
atau denda paling banyak 300 rupiah.
9. Pelaku
pidana pasal 168 KUHP dikenakan sanksi penjara selama-lamanya empat bulan dua
minggu atau denda paling banyak 300 rupiah.
10. Pelaku
pidana pasal 548 KUHP dikenai hukuman denda maksimal lima belas rupiah.
11. Pelaku
pidana pasal 549 KUHP dikenai hukuman denda maksimal dua puluh lima rupiah.
12. Pelaku
pidana pasal 550 KUHP dikenai hukuman denda maksimal lima belas rupiah.
13. Pelaku
pidana pasal 551 KUHP dikenai hukuman denda maksimal lima belas rupiah.
BAB III
PENUTUP
III. 1.
KESIMPULAN
1. Kejahatan
pertanahan adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh peraturan
perundang-undangan yang disertai dengan sanksi pidana bagi yang melanggarnya.
2. Kejahatan
pertanahan dalam KUHP terdapat pada buku II dan buku III diantaranya dibedakan
dari segi waktunya:
1. Pra perolehan,
terdapat dalam pasal 385, 389, 263, 264, 266.
2. Menguasai
tanpa hak, terdapat dalam pasal 425.
3. Mengakui
tanpa hak, terdapat dalam pasal 167, 168.
Dan dalam
buku III juga terdapat delik-delik tentang pelanggaran terhadap pertanahan,
yang terdapat dalam pasal 548, 549, 550, 551. Sementara unsur-unsur dari
pasal-pasal tersebut berbeda-beda sesuai dengan motif delik masing-masing.
3. Pertanggung jawaban pemidanaan dalm kejahatan pertanahan diantara masing-masing delik diatur tersendiri dalam KUHP.
3. Pertanggung jawaban pemidanaan dalm kejahatan pertanahan diantara masing-masing delik diatur tersendiri dalam KUHP.
DAFTAR PUSTAKA
Sugandhi, R.
KUHP Dengan Penjelasannya, (Surabaya: PT Usaha Nasional, 1981).
Mueljatno.
KUHP (Jakarta: Bumi Aksara, 2003).
Prodjodikoro,
Wirjono. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2003).
Suesilo, R.
KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Dengan Pasal Demi Pasal (Bogor:
Politeia, 1995)
Mueljatno.
Asas-Asas Hukum Pidana. (Jakarta: Rineka Cipta, 2002)
Lamintang,
P.A.F. Arti Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, (Bandung:
Sinar Baru, 1989)
Muhadar.
Viktimisasi Kejahatan Pertanahan ( Jogyakarta: Jaka rama, 2001)
Adami
Kazami. Kejahatan Terhadap Harta Benda. (Malang: Bayumedia, 2006)
Kartanegara,
Hukum Pidana Bagian Dua, (Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa, 1994)
Saleh,
Ruslan. Perbuatan Pidana, (Jakarta: Centra, 1980)
Pipin,
Syarifin. Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002).
0 komentar: