Tindak Pidana Terhadap Nyawa
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR
BELAKANG MASALAH
Suatu
kejahatan yang termuat dalam buku II KUHP dengan macam-macam bentuk, sifat, dan
akibat hukumnya. Salah satu bab yang termaktub didalamnya menjelaskan tentang
kejahatan terhadap nyawa (pasal 338-350).
Kejahatan terhadap nyawa yang dapat disebut dengan atau merampas jiwa orang lain. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan atau merampas jiwa orang lain adalah pembunuhan.
Kejahatan terhadap nyawa yang dapat disebut dengan atau merampas jiwa orang lain. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan atau merampas jiwa orang lain adalah pembunuhan.
Kejahatan
yang tercantum dalam pasal 338-350 dengan segala unsur yang berbeda, sehingga
memunculkan macam-macam kejahatan diantaranya kejahatan itu ditujukan terhadap
jiwa manusia, jiwa anak yang sedang atau baru dilahirkan, dan kejahatan yang
ditujukan terhadap anak yang masih dalam kandungan.
Unsur yang melandasi tindak kejahatan terhadap tubuh dapat membedakan hukuman yang dapat dijatuhkan kepadanya, unsur yang dapat membedakannya adalah unsur yang subyektif dan unsur obyektif.
Unsur yang melandasi tindak kejahatan terhadap tubuh dapat membedakan hukuman yang dapat dijatuhkan kepadanya, unsur yang dapat membedakannya adalah unsur yang subyektif dan unsur obyektif.
I.2. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa sebenarnya pengertian dari kejahatan
terhadap nyawa?
2. Bagaimana
bentuk dan unsur dari tindakan kejahatan terhadap nyawa?
3. Akibat
hukum yang diberikan kepada pelaku kejahatan terhadap nyawa?
I.3. TUJUAN
DAN MANFAAT
1. Untuk mengetahui pengertian dari kejahatan
terhadap nyawa.
2. Untuk
mengetahui bagaimana bentuk dan unsur dari tindakan kejahatan terhadap nyawa.
3. Untuk
mengetahui akibat hukum yang diberikan kepada pelaku kejahatan terhadap nyawa.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. PENGERTIAN DARI KEJAHATAN TERHADAP NYAWA.
Kejahatan
terhadap nyawa adalah penyerangan terhadap nyawa orang lain. Kepentingan hukum
yang dilindungi dan yang merupakan obyek kejahatan ini adalah nyawa (leven)
manusia. Hal ini termuat dalam KUHP bab XIX dengan judul “kejahatan terhadap
nyawa” yang diatur dalam pasal 338-350.
Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP dapat dibedakan atau dikelompokkan atas 2 dasar, yaitu:
Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP dapat dibedakan atau dikelompokkan atas 2 dasar, yaitu:
1. Atas
dasar unsur kesalahannya
Berkenaan
dengan tindak pidana terhadap nyawa tersebut pada hakikatnya dapat dibedakan
sebagai berikut:
a. Dilakukan
dengan sengaja yang diatur dalam pasal bab XIX KUHP
b. Dilakukan
karena kelalaian atau kealpaan yang diatur bab XIX
c. Karena
tindak pidana lain yang mengakibatkan kematian yang diatur dalam pasal 170, 351
ayat 3, dan lain-lain.
2. Atas
dasar obyeknya (nyawa)
Atas dasar
obyeknya (kepentingan hukum yang dilindungi), maka kejahatan terhadap nyawa
dengan sengaja dibedakan dalam 3 macam, yaitu:
a. Kejahatan
terhadap nyawa orang pada umumnya, dimuat dalam pasal 338, 339, 340, 344, 345.
b. Kejahatan
terhadap nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan, dimuat dalam
pasal 341, 342, dan 343.
c. Kejahatan
terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibu (janin), dimuat dalam
pasal 346, 347, 348, dan 349.
Kejahatan
terhadap nyawa ini disebut delik materiil yakni delik yang hanya menyebut
sesuatu akibat yang timbul tanpa menyebut cara-cara yang menimbulkan akibat
tersebut. Perbuatan dalam kejahatan terhadap nyawa dapat berwujud menembak
dengan senjata, api, menikam dengan pisau, memberikan racun dalam makanan,
bahkan dapat berupa diam saja dalam hal seseorang berwajib bertindak seperti
tidak memberikan makan kepada seorang bayi.
Timbulnya tindak pidana materiil sempurna, tidak semata-mata digantungkan pada selesainya perbuatan, melainkan apakah dari wujud perbuatan itu telah menimbulkan akibat yang terlarang ataukah belum atau tidak. Apabila karenanya (misalnya membacok) belum mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, kejadian ini dinilai baru merupakan percobaan pembunuhan (338 jo 53),dan belum atau bukan pembunuhan secara sempurna sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 338.
Timbulnya tindak pidana materiil sempurna, tidak semata-mata digantungkan pada selesainya perbuatan, melainkan apakah dari wujud perbuatan itu telah menimbulkan akibat yang terlarang ataukah belum atau tidak. Apabila karenanya (misalnya membacok) belum mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, kejadian ini dinilai baru merupakan percobaan pembunuhan (338 jo 53),dan belum atau bukan pembunuhan secara sempurna sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 338.
Dan apabila
dilihat dari sudut cara merumuskannya, maka tindak pidana materiil ada 2 macam,
yakni:
1. Tindak
pidana materiil yang tidak secara formil merumuskan tentang akibat yang
dilarang itu, melainkan sudah tersirat (terdapat) dengan sendirinya dari unsur
perbuatan menghilangkan nyawa dalam pembunuhan (338).
2. Tindak
pidana materiil yang dalam rumusannya mencantumkan unsur perbuatan atau tingkah
laku. Juga disebutkan pula unsur akibat dari perbuatan (akibat konstitutif)
misalnya pada penipuan (378).
II.2. BENTUK DAN UNSUR DARI TINDAKAN KEJAHATAN TERHADAP
NYAWA.
Suatu perbuatan yang mengakibatkan
hilangnya nyawa dirumuskan dalam bentuk aktif dan abstrak. Bentuk aktif, artinya
mewujudkan perbuatan itu harus dengan gerakan dari sebagian anggota tubuh,
tidak boleh diam atau pasif, walaupun sekecil apapun, misalnya memasukkan racun
pada minuman, hal ini bukan termasuk bentuk aktif, namun termasuk bentuk
abstrak, karena perbuatan ini tidak menunjuk bentuk kongkret tertentu. Oleh
karena itu, dalam kenyataan yang kongkret perbuatan itu dapat beraneka macam
wujudnya, seperti apa yang telah dicontohkan sebelumnya.
Perbuatan-perbuatan ini harus ditambah
dengan unsur kesenjangan dalam salah satu dari tiga wujud, yaitu sebagian
tujuan oog merk untuk mengadakan akibat tertentu, atau sebagai keinsyafan
kepastian akan datangnya akibat itu opzet big zekerheidsbewustzijn, atau
sebagai keinsyafan kemungkinan akan datangnya akibat itu opzet big mogelijn
heidwustzujn. Dan oleh karena itu, tindak pidana kejahatan terhadap nyawa
yang dilakukan dengan diberi atau diberi kualitatif sebagai pembunuhan, yang
terdiri dari:
1. Pembutuhan biasa dalam bentuk pokok
Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan
dengan sengaja (pembunuhan) dalam bentuk pokok, dimuat dalam pasal 338 yang
dalam rumusannya berbunyi:
“Barang siapa dengan sengaja menghilangkan
nyawa orang lain di pidana karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama
15 tahun”.
Dalam pasal ini terdapat unsur-unsur yang
bersifat obyektif dan subyektif, apabila kita perinci sebagai berikut:
a. Unsur obyektif:
- Perbuatan : menghilangkan nyawa
- Obyektif : nya orang lain
b. Unsur subyektif:
- Dengan subyektif:
Dalam perbuatan menghilangkan nyawa (orang
lain) terdapat 3 syarat yang harus dipatuhi, yaitu:
1) Adanya wujud perbuatan
2) Adanya suatu kematian (orang lain)
3) Adanya hubungan sebab dan akibat
(casual verband) antara perbuatan dan akibat kematian (orang lain)
Antara unsur subyektif sengaja dengan
wujud perbuatan menghilangkan terdapat syarat yang juga harus dibuktikan, ialah
pelaksanaan perbuatan menghilangkan nyawa (orang lain) harus tidak lama setelah
timbulnya kehendak (niat) untuk menghilangkan nyawa orang lain itu.
2. Pembunuhan yang diikuti, disertai atau
didahului oleh tindak pidana lain
Pembunuhan yang dimaksudkan ini adalah
sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 339, yang berbunyi:
“Pembunuhan yang diikuti. Disertai atau
didahului oleh suatu tindak pidana lain. Yang dilaksanakan dengan maksud untuk
mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk menghindarkan diri
sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun
untuk memastikan penguasaan benda yang diperolehnya secara melawan hukum, pidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau sementara waktu, paling lama 20 tahun.”
Apabila rumusan tersebut dirinci, maka
terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
a. Semua unsur pembunuhan (obyektif dan
subyektif) dalam pasal 338.
b. Yang (1) diikat, (2) disertai, atau (3)
didahului oleh tindak pidana lain.
c. Pembunuhan itu dilakukan dengan maksud:
1) Untuk mempersiapkan tindak pidana lain.
2) Untuk mempermudah pelaksanaan tindak
pidana lain.
3) Dalam hal tertangkap tangan ditujukan
untuk menghindarkan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana, atau untuk
memastikan penguasaan benda yang diperolehnya secara melawan hukum dari tindak
pidana lain itu.
Kejahatan pasal 339, kejahatan pokoknya
adalah pembunuhan, suatu bentuk khusus pembunuhan yang diperberat pada semua
unsur yang disebabkan dalam butir b dan c. Dalam dua butir itulah diletakkan
sifat yang memberatkan pidana dalam bentuk pembunuhan khusus ini.
Dalam pembunuhan yang diperberat ini
sebetulnya terjadi 2 macam tindak pidana sekaligus, ialah yang satu adalah
pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (338) dan tindak pidana lain (selain
pembunuhan). Apabila pembunuhannya telah terjadi, akan tetapi tindak pidana
lain ini ia belum terjadi, misalnya membunuh untuk mempersiapkan pencurian
dimana pencuriannya itu belum terjadi, maka kejahatan 339 tidak terjadi.
3. Pembunuhan berencana (moord)
Pembunuhan dengan rencana lebih dulu atau
disingkat dengan pembunuhan berencana, adalah pembunuhan yang paling berat
ancaman pidananya dari seluruh bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, hal ini
diatur dalam pasal 340 KUHP yang berbunyi:
“Barang siapa dengan sengaja dan dengan
rencana terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dipidana karena
pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup
atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun”.
Dari pasal tersebut, pembunuhan berencana
terdiri dari unsur-unsur:
a. Unsur subyektif
1) Dengan sengaja
2) Dan dengan rencana terlebih dahulu
b. Unsur Obyektif
1) Perbuatan : menghilangkan nyawa
2) Obyeknya : nyawa orang lain.
Pembunuhan berencana terdiri dari
pembunuhan dalam arti pasal 328 ditambah dengan unsur dengan rencana terlebih
dahulu. Dibandingkan dengan pembunuhan dalam 338 maupun 339 diletakkan pada
adanya unsur dengan rencana terlebih dahulu itu.
Pengertian dengan rencana lebih dahulu
menurut M.V.T. pembentukan pasal 340, antara lain:
“Dengan rencana lebih dahulu” diperlukan
saat pemikiran dengan tenang dan berfikir dengan tenang. Untuk itu sudah cukup
jika si pelaku berfikir sebentar saja sebelum atau pada waktu ia akan melakukan
kejahatan sehingga ia menyadari apa yang dilakukannya”.
Mr. M.H. Tirtaamidjaja mengatakan
direncanakan lebih dahulu bahwa ada sesuatu jangka waktu, bagaimana pendeknya
untuk mempertimbangkan, dan untuk berfikir dengan tenang.
Mengenai unsur dengan rencana terlebih
dahulu, pada dasarnya mengandung 3 syarat atau unsur, yaitu:
a. Memutuskan kehendak dalam suasana
tenang
b. Ada tersedia waktu yang cukup sejak
timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan kehendak.
c. Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam
suasana tenang.
Memutuskan kehendak dalam suasana tenang,
adalah pada saat memutuskan kehendak untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana
batin yang tenang. Susana batin yang tenang adalah suasana tidak tergesa-gesa atau
tiba-tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang tinggi. Ada tenggang
waktu yang cukup antara sejak timbulnya atau diputuskannya kehendak sampai
pelaksanaan keputusan kehendaknya itu. waktu yang cukup ini adalah relatif,
dalam arti tidak diukur dari lamanya waktu tertentu, melainkan bergantung pada
keadaan atau kejadian kongkret yang berlaku.
Mengenai syarat yang ketiga, berupa
pelaksanaan pembunuhan itu dilakukan dalam suasana batin tenang, bahkan syarat
ketiga ini diakui oleh banyak orang sebagai yang terpenting. Maksudnya suasana
hati dalam saat melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam suasana yang
tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut yang berlebihan dan lain
sebagainya.
Tiga unsur atau syarat dengan rencana
lebih dahulu sebagaimana yang diterangkan di atas, bersifat kumulatif dan
saling berhubungan, suatu kebulatan yang tidak terpisahkan. Sebab bila sudah
terpisah atau terputus, maka sudah tidak ada lagi dengan rencana terlebih
dahulu. Pasal 340 adalah pasal pembunuhan dengan pemberatan pidana di mana
pembunuhan sebelum dilaksanakan telah direncanakan terlebih dahulu.
4. Pembunuhan bayi oleh ibunya
Pembunuhan bayi oleh ibunya diatur dalam
pasal 341 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
“Seorang ibu yang dengan sengaja
menghilangkan jiwa anaknya pada ketika dilahirkan atau tidak berapa lama
sesudah dilahirkan karena takut ketahuan bahwa ia sudah melahirkan anak di
hukum karena pembunuhan anak dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh
tahun”.
Pembunuhan bayi oleh ibunya adalah
pembunuhan oleh ibunya sendiri dari seorang anak pada waktu atau tidak lama
setelah dilahirkan, dan yang didorong oleh ketakutan si ibu akan diketahui ia
telah melahirkan anak. Dalam rumusan pasal 341 itu mengandung unsur-unsur:
a. Unsur-unsur obyektif yang terdiri dari:
1) Petindaknya : seorang ibu
2) Perbuatannya : menghilangkan nyawa
3) Obyeknya : nyawa bayinya
4) Waktunya :
(1) Pada saat bayi dilahirkan
(2) Tidak lama setelah bayi dilahirkan.
5) Motifnya : karena takut diketahui
melahirkan
b. Unsur subyektif: dengan sengaja
Dalam hal ini yang dapat dijatuhi hukuman
adalah seorang ibu, baik kawin maupun tidak, yang dengan sengaja tidak
direncanakan lebih dahulu membunuh anaknya pada waktu dilahirkan atau tidak
beberapa lama sesudah anaknya pada waktu dilahirkan atau tidak beberapa lama
sesudah dilahirkan, karena takut ketahuan, bahwa ia sudah melahirkan anak.
Kejahatan ini dinamakan makar mati atau membunuh biasa anak
(kinderdoodslag).
Adapun yang dimaksud dengan pada saat
dilahirkan, yakni saat atau waktu selama proses persalinan itu berlangsung,
berarti betul-betul bayi tersebut di bunuh sudah dalam proses kelahirannya, dan
bukan sebelumnya dan bukan pula setelahnya.
Perbuatan menghilangkan nyawa bagi bayi
pada saat proses melahirkan ini dapat dilakukan:
1) Sebelum bagian tubuh bayi tampak dari
luar tubuh ibu, misalnya dengan menekan atau memijat perut ibu tepat di atas
tubuh bayi.
2) Atau setelah bagian dari tubuh bayi
tampak dari luar tubuh ibu, misalnya memukul kepalanya.
5. Pembunuhan bayi oleh ibunya secara
perencana
Pembunuhan bayi berencana yang dimaksudkan
di atas, adalah pembunuhan bayi sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 342,
yakni:
“Seseorang ibu yang untuk melaksanakan
keputusan kehendak yang telah diambilnya karena takut akan ketahuan bahwa ia
akan melahirkan bayi, pada saat bayi dilahirkan nyawa bayinya itu, dipidana
karena pembunuhan bayinya sendiri dengan rencana dengan pidana penjara paling
lama 9 tahun.”
Pembunuhan bayi terencana tersebut mempunyai
unsur-unsur sebagai berikut:
a. Petindak: Seorang ibu
b. Adanya putusan kehendak yang telah
diambil sebelumnya.
c. Perbuatan: menghilangkan nyawa
d. Obyek : nyawa bayinya sendiri
e. Waktu :
1) pada saat bayi dilahirkan
2) tidak lama setelah bayi dilahirkan
f. Karena takut akan diketahui melahirkan
bayi
g. Dengan sengaja
Tenggang waktu bayi dilahirkan adalah
tenggang waktu antara, sejak timbulnya tanda-tanda akan melahirkan sampai
dengan keluarnya atau terpisahnya bayi dari tubuh ibu. Maka diambilnya
keputusan kehendak untuk membunuh itu adalah sebelum tanda-tanda tersebut
timbul. Saat atau waktu pengambilan keputusan kehendak sebelum timbulnya
pertanda itu adalah syarat mutlak untuk adanya unsur berencana dalam kejahatan
pembunuhan bayi terencana.
Perbedaan utama dengan kinderdoodslag, kehendak itu timbul, secara tiba-tiba pada saat bayi sedang dilahirkan, atau pada saat tidak lama setelah bayi dilahirkan.
Perbedaan utama dengan kinderdoodslag, kehendak itu timbul, secara tiba-tiba pada saat bayi sedang dilahirkan, atau pada saat tidak lama setelah bayi dilahirkan.
Dalam pengambilan kehendak ini ada
perbedaan antara unsur berencana dari pasal 342 dengan unsur berencana pada
pasal 340. Perbedaan ini adalah, kalau dalam hal pembentukan kehendak dari
moord pasal 340 dilakukan dalam keadaan atau suasana batin yang tenang, karena
dalam suasana batin yang ketakutan akan diketahui bahwa dia melahirkan bayi.
6. Pembunuhan atas permintaan korban
Hal ini dimuat dalam pasal 344 yang
berbunyi:
“Barangsiapa menghilangkan nyawa orang
lain atas permintaan tegas dan sungguh-sungguh dari orang itu sendiri, dihukum
penjara selama-lamanya dua belas tahun.”
Dengan mengandung unsur:
a. Perbuatan: menghilangkan nyawa.
b. Obyek: nyawa orang lain.
c. Atas permintaan orang itu sendiri.
d. Yang jelas dinyatakan dengan
sungguh-sungguh.
Pembunuhan atas permintaan sendiri (344)
ini sering disebut dengan euthanasia (mercy killing), yang dengan pidananya si
pembunuh, walaupun si pemilik sendiri yang memintanya, membuktikan bahwa sifat
publiknya lebih kuat dalam hukum pidana. Walaupun korbannya meminta sendiri
agar nyawanya dihilangkan, tetapi perbuatan orang lain yang memenuhi permintaannya
itu tetap dapat dipidana.
7. Penganjuran agar bunuh diri
Hal ini diatur oleh pasal 345 KUHP dengan
sanksi hukuman pidana penjara selama-lamanya empat tahun.
8. Pengguguran kandungan
Kata pengguguran kandungan adalah
terjemahan dari kata abortus provocateur yang dalam kamus kedokteran
diterjemahkan dengan membuat keguguran, pengguguran kandungan diatur dalam KUHP
pasal 346, 347, 348, dan 349. Unsur dalam pasal-pasal tersebut, yaitu:
- Janin
- Ibu yang mengandung
- Orang ketiga yaitu yang terlibat pada
pengguguran tersebut.
Tujuan adanya pasal-pasal tersebut adalah
untuk melindungi janin yang ada dalam kandungan si ibu.
II.3. AKIBAT HUKUM YANG DIBERIKAN KEPADA PELAKU
KEJAHATAN TERHADAP NYAWA.
Pasal-pasal
yang mengatur tentang tindak pidana tentang pembunuhan menetapkan hukuman untuk
pelaku pembunuhan. Adapun hukuman yang ditentukan adalah:
Bentuk
Kejahatan Sanksi
a.
Pembunuhan biasa
b.
Pembunuhan diskualifikasi
c. Pembunuhan
berencana Penjara 15 tahun
Penjara 20
tahun
Penjara 20
tahun
Seumur hidup
Pidana mati
d.
Pembunuhan bayi oleh ibunya
e.
Pembunuhan bayi oleh ibunya secara berencana.
f. Pembunuhan
atas permintaan korban
g.
Pengguguran kandungan
1. Biasa
2. Tanpa
izin si ibu
3. Dengan
izin si ibu Penjara 7 tahun
Penjara 9
tahun
Penjara 12
tahun
Penjara 4
tahun
4 tahun
15 tahun
5 tahun 6
bulan, bila janinnya yang mati
7 tahun bila
ibunya yang mati
BAB III
PENUTUP
III. 1.
KESIMPULAN
Kejahatan
terhadap nyawa adalah berupa penyerangan terhadap nyawa orang lain. Dalam hal
ini suatu kejahatan terhadap nyawa diatur dalam pasal 338 sampai dengan 350 dengan
segala macam pembunuhan.
Mengarah
pada unsur obyektif, suatu kejahatan terhadap nyawa dapat dilakukan dengan
sengaja, karena kelalaian kealpaan atau karena tindak pidana lain yang
mengakibatkan kematian dan atas dasar obyeknya suatu kejahatan terhadap nyawa
orang pada umumnya, pada nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah
dilahirkan, dan pada nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan itu.
Hukuman yang dapat diterima oleh pelaku pembunuhan berbeda-beda sesuai dengan unsur yang melekat atasnya. Dengan pelaku kejahatan ini dapat diberi hukuman:
Hukuman yang dapat diterima oleh pelaku pembunuhan berbeda-beda sesuai dengan unsur yang melekat atasnya. Dengan pelaku kejahatan ini dapat diberi hukuman:
a. Penjara
15 tahun pada pembunuhan biasa
b. Penjara
seumur hidup atau sementara paling lama 20 tahun pada pembunuhan untuk
melakukan tindak pidana lain.
c. Pidana
mati atau penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun
pada pembunuhan berencana.
d. Penjara 7
tahun pada pembunuhan bayi oleh ibunya
e. Penjara 9
tahun pada pembunuhan bayi oleh ibunya secara berencana.
f. Penjara
selama-lamanya 12 tahun pada pembunuhan atas permintaan
g. Penjara
selama-lamanya 4 tahun pada penganjuran bunuh diri.
h. Penjara 4
tahun pada pengguguran kandungan oleh ibu, 15 tahun penjara pada pengguguran
kandungan tanpa izin perempuan yang mengandung, dan penjara selama-lamanya 5
tahun 6 bulan pada pengguguran kandungan dengan izin perempuan yang mengandung
dan padanya hanya janin yang mati, dan apabila yang mati itu perempuannya juga
maka si pelaku mendapat hukuman 7 tahun penjara.
DAFTAR PUSTAKA
Chazawi,
Adami, 2004. Kejahatan Terhadap Nyawa, Jakarta : PT. Raja Grafindo.
Mampaung,
Leden, 2000. Tindak Pidana terhadap Tubuh dan Nyawa, Jakarta:
Sinar Grafika.
Moeljatno,
2001. Kitab Undang-undang Pidana, Jakarta: Bumi Aksara.
Projodikoro,
Wirjono, 2003. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia,
Bandung:
Rafika Aditama.
R.M.
Soeharto, 1993. Hukum Pidana Materiil, Jakarta: Sinar Grafika.
Soesilo,
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, 1996. Bogor: Politeia.
Sugandhi,
1981. KUHP dan Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional.
Syarifin,
Pipin, 2000. Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Pustaka Setia.
Tongat,
2003. Hukum Pidana Materiil, Jakarta: Djambatan.
Tresna,
1959. Azas-azas Hukum Pidana, Yogyakarta: UNPAD.
0 komentar: